GaluhInsight, Tasikmalaya – Isu dugaan pelanggaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Tasikmalaya memicu gelombang desakan dari publik agar pemerintah memperbaiki sistem pemasyarakatan.
Laporan tentang pungutan liar (pungli) hingga jual beli kamar mencuat ke permukaan, mengungkap ketimpangan yang dialami warga binaan dan keluarganya.
Publik Kecewa, Keadilan Dipertanyakan
Lapas yang seharusnya menjadi tempat pembinaan kini menghadapi sorotan tajam.
Publik mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memastikan keadilan di dalam sistem pemasyarakatan.
“Praktik seperti ini mempermalukan prinsip pembinaan yang menjadi inti dari keberadaan lapas. Ini bukan hanya soal pelanggaran, tetapi juga soal keadilan yang hilang,” kata Dian Prasetyo, seorang aktivis hukum dari Bandung.
Laporan menyebut adanya pungli senilai Rp1 juta untuk program tertentu, serta jual beli fasilitas kamar yang diduga melibatkan oknum pejabat lapas.
Beban Berat Keluarga Narapidana
Kesaksian keluarga warga binaan menjadi bukti nyata beban yang harus mereka tanggung.
Ud (42), salah satu keluarga warga binaan, membagikan pengalamannya saat harus membayar sejumlah uang demi mendapatkan fasilitas tertentu.
“Ketika keluarga saya dipindahkan ke lapas lain karena alasan overload, kami diminta biaya tambahan. Ini bukan hanya merugikan, tetapi juga sangat memberatkan secara finansial,” ujar Ud.
Kondisi ini menurutnya menciptakan diskriminasi, di mana hanya mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang dapat menikmati fasilitas lebih baik, sementara yang lain harus menerima kondisi seadanya.
Menabrak Prinsip Pembinaan
Praktik pungli dan jual beli fasilitas tidak hanya merusak citra lapas tetapi juga melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Komentar